Dalam beberapa berita yang berbau agama (kadang juga berita
biasa yang anehnya dihubung-hubungkan dengan masalah agama) ada komentator yang
berkomentar SARA. Terhadap komentator SARA tersebut biasanya ada komentator
lain yang menanggapi dengan kalimat “Jangan fanatik. Jangan menganggap agama
sendiri yang paling benar”. Aku sangat tidak setuju pada komentator SARA. Tapi,
aku lebih tidak setuju pada kalimat yang melarang orang untuk menganggap
agamanya sebagai yang paling benar. Kenapa? Karena hal itu sangat tidak logis.
Bagaimana kita bisa memutuskan untuk menganut suatu agama sementara kita tidak
menganggap ajaran agama kita sebagai yang paling benar? Lantas, apa alasan kita
menganut ajaran tersebut? Suka-suka? Agama adalah PEDOMAN HIDUP. Bagaimana
mungkin kita memilih suatu pedoman hidup sedangkan kita tidak yakin akan
kebenarannya. Berlebihan bila kita melarang seseorang menganggap ajaran
agamanya yang paling benar untuk alasan toleransi. Bagiku, toleransi cukup
dengan ayat terakhir dari surat Al Kaafiruun “Untukmu agamamu, untukku agamaku”. Saling
menghormati dan tidak saling mengganggu antarumat agama.
Kadang ada juga yang mengatakan bahwa semua agama benar.
Hmm... Asli, ini benar-benar membingungkan. Ajaran-ajaran antaragama yang
seringkali saling bertentangan bisa dianggap benar semua. Apa mungkin dua hal
yang bertentangan bisa dianggap benar semua? Misal, ini misal, lho, yaaa... No offense! Tokoh X di agama A dianggap
Tuhan sedangkan di agama B dianggap nabi, apakah kedua ajaran tersebut dianggap
benar? MUSTAHIL menganggap keduanya benar. Umat agama A akan menganggap ajaran
B salah, begitu pun sebaliknya, umat agama B akan menganggap ajaran agama A
salah. Setiap umat agama wajar saja menganggap agamanya yang paling benar dan
wajar bila bersikap fanatik, selama tidak mengganggu umat agama lain. Apakah perlu menganggap semua agama benar untuk alasan
pluralisme? Ini lebih aneh. Plural itu artinya beragam. Bukankah dalam
pluralisme mestinya diajarkan untuk bijak menyikapi keberagaman? Maka,
biarkanlah keberagaman itu tetap sebagaimana adanya. Tak perlu memaksakan untuk
menganggap semuanya benar. Nanti malah ujung-ujungnya bukan pluralisme lagi
melainkan homogenisme karena kita dituntut memiliki pemikiran yang homogen
bahwa semua agama benar. Biarlah tetap berbeda, biarlah tetap meyakini agama
yang dianut sebagai yang paling benar,yang penting saling menghormati.
Lagi-lagi, pedomannya “untukmu agamamu, untukku agamaku”.
Lagipula, kenapa belakangan ini di media lebih banyak yang mempermasalahkan
umat agama yang dianggap fanatik dibandingkan mempermasalahkan mereka yang
sudah meninggalkan ajaran agama (yang tindakannya seperti orang tidak beragama)?
Aku yang ilmu agamanya cetek saja merasa bahwa itu aneh. Tapi, kok, para tokoh
yang katanya ilmu agamanya mumpuni sepertinya tidak menganggap itu sebagai
keanehan. Ah, sudahlah. Tak perlu dipikirkan. Yang penting memperdalam ilmu
agama masing-masing dan mengamalkannya (nasihat untuk diri sendiri agar lebih
rajin belajar agama).
NB: Surat Al Kaafiruun sebenarnya lebih berkaitan dengan
aqidah karena asbabun nuzul-nya peristiwa ketika Rosululloh ditawari menganut
agama kaum Quraisy selama setahun lalu kemudian kaum Quraisy akan mengikuti
agama Islam selama setahun berikutnya. Tapi, ayat ini banyak dikutip untuk
menjelaskan tentang toleransi. Dan menurutku ayat ini memang cukup relevan
untuk menjelaskan batas toleransi yaitu tidak sampai ke batas aqidah dan
ibadah. Jadi, tetap saling menghormati tanpa mencampuradukkan ajaran agama lain
dengan agama Islam.
wah sepakat aja mbak aku. nunut melu pemikiran e ya @.@
BalasHapusbtw, guru agamaku juga ada yang bilang kalau beberapa agama yang mengesakan itu benar, toh asalnya dari nabi-nabi pendahulu juga, cuma sekarang kan sudah banyak dirubah oleh manusianya. Nah kalo kasusnya kayak gitu piye mbak @.@ ??
HapusNah, sudah jelas, kan? Ajaran mereka sudah diubah oleh penganutnya. Jadi, dalam sudut pandangku, itu sudah tidak benar lagi. Lagipula, kebenaran agama bukan cuma dilihat dari aspek tauhid-nya. Banyak aspeknya, ada ibadahnya, pokoke macem-macem. Kalau yang dimaksud gurumu adalah ajaran ASLI ketika nabi mengajarkan kepada umatnya, itu memang benar. Tapi, sekarang, kan, sudah tidak asli lagi, jadi menurutku sudah tidak benar. *sekali lagi, ini dari sudut pandangku*
HapusSaling menghormati, tidak saling mengganggu dan tidak saling mencampur adukkan, pasti tidak akan ada masalah.
BalasHapusYup, saling menghormati saja.
HapusPrinsipnya sih begitu ya mbak "Bagimu agamamu bagiku agamaku' dan hubungan sosial harus tetap baik karena saling menghargai perbedaan prinsip.
BalasHapusYup, tetap menghargai perbedaan, asal tidak saling mengganggu.
Hapusislam sangat toleransi dalam agama
BalasHapussetuju.
Hapussaling menghargai buakn saling mencaci
BalasHapusbetul. tidak ada gunanya mencaci agama lain. ujung-ujungnya membuat mereka 'balas' mencaci agama kita.
Hapussemuanya harus saling menghargai lo..
BalasHapuskarena pada dasarnya agama itu sejalan dengan moral :)
Yup, setuju.
HapusYah, setujuh ama komen-komen di atas: saling menghormati.
BalasHapusKalo saia pake perumpamaan persuami-istrian. Kita gak usah kepo ngomentarin suami temen-temen kita (atau orang laen), toh itu udah pilihan mereka. Ntar kalo dikepoin, mereka marah lagi. :D
Boleh juga analoginya..
HapusBtw, napa komennya jadi tentang saling menghargai, yak? Padahal fokus awalnya adalah ketidaklogisan larangan untuk menganggap agama sendiri paling benar..
Larangan menganggap suami kita paling ganteng juga gak logis. Tapi orang yang sibuk ngomongin kemana-mana kalo suaminya paling ganteng juga nyebelin. Lha, situ pan udah pilih entuh suami, udah jelas menurut situ itu laki nyang paling ganteng. Gitu lah kira-kira intinya. IMO.
HapusI see.. Jadi, cukup "memuji2" kegantengan suami di lingkungan rumah tangga sendiri saja..
Hapusringkas tp dalem sob..., fanatik dlm islam itu harus malah wajib hukumx.., kita artikan aja Fanatik itu 'berpegang teguh', 'berpegang teguh' pd al Qur'an dan Hadits2 Rasulullah yg shohih selain dr keduax maka tertolak...! baik itu perasaan atw pun akal2lan manusia...,tp klo Fanatisme ini yg tercela...! wallahu a'lam...*smile
BalasHapusKalau dalam agama Islam memang harus berpegang teguh pada Al Qur'an dan Sunnah.
Hapussependapat sama postingan di atas plus komennya bang rohis facebook. kita mesti fanatik dalam islam. fanatik dalam konteks berpegang teguh pada ajaran yg qt yakini benar. bukan kebablasan, hidup juga butuh saling menghargai, untuk siapapun di luar sna, dgn label agama apapun.
HapusYup, fanatik dalam posting-an ini memang meyakini kebenaran agama yang dianut dan berpegang teguh pada ajaran agam tersebut.
Hapusakur, mbak...! sip, manteb..! karna cuma fanatik pada agama aja yang dibolehin,,..
BalasHapusYup, jangan fanatik sama orang atau golongan :p
Hapusmeyakini kebenaran agama yang kita peluk dengan sebenar-benar keyakinan adalah bagian mendasar dari keimanan kita...
BalasHapusterima kasih, Mbak Millati Indah, atas postingannya ini...
fanatik itu perlu loh..agar kita benar-benar serius dan menjadi umat beragama yang menjalankan tuntunan-nya dengan baik dan benar :)
BalasHapusYup. Bagaimana kita mau menjalankan tuntunan agama kalau kita tidak meyakini kebenarannya?
Hapussatukata untuk tulisan ini :sepakat
BalasHapusSiiip :)
Hapus