Laman

Senin, 12 Maret 2012

Untukmu, Yang Telah Membantuku Bangkit

Suatu hari, di suatu kelas...
“Nanti, yang ulangan Fisika-nya dapat sepuluh, potong ayam, ya!” kata guru yang sedang mengajar di kelas. Dia mengatakan itu sambil berpura-pura memotong leher salah satu murid perempuannya. Tentu saja dia hanya bercanda.
Murid itu pun mulai bertanya-tanya, maksud gerakan gurunya itu. “Apakah aku yang mendapat nilai sepuluh?” tanyanya dalam hati.
Tanya itu pun terjawab saat pembagian hasil ulangan. Ternyata memang benar dia yang mendapat nilai sepuluh pada ulangan Fisika yang dimaksud sang guru.

Pada kesempatan lain...
Beberapa siswi SMP sedang berjalan bergerombol.
“Kamu ulangan Fisika dapat sepuluh, ya!” kata salah satu dari mereka.
“Kamu murid kesayangannya Pak Edi, ya. Di kelasku Pak Edi muji-muji kamu terus,” katanya lagi. Tersangka yang dimaksud hanya tersenyum. Lebih tepatnya, cengar-cengir.

Pada kesempatan lainnya lagi...
Guru itu sedang menggambar di papan tulis. Buah jambu. Ada dua gerombol. Satu gerombol pertama dibungkus plastik, istilahnya di-brongsong. Gerombolan satunya lagi tidak dibungkus.
“Kira-kira mana yang akan dimakan codot (kelelawar)?” tanyanya pada murid-muridnya. Tentu saja mereka menjawab bahwa yang akan dimakan kelelawar adalah yang tidak dibungkus.
“Itulah bedanya perempuan yang pake jilbab sama yang nggak pake jilbab,” lanjutnya.

* * *

It’s been more than 12 years. But, I still remember the way you raise my confidence.
Mungkin Bapak sudah lupa pernah mengajar murid bernama Millati Indah yang dulu namanya Bapak ganti jadi Millin. Tapi, saya masih ingat diajar oleh Bapak. Saya juga masih ingat sebagian yang Bapak ajarkan. Saya masih ingat besaran vektor itu besaran yang memiliki nilai dan arah sedangkan besaran skalar tidak memiliki arah. Saya masih ingat Rhizopoda/Sarcodina, Flagellata, Cilliata, Lamellibranchiata/Pelecypoda, Cephalopoda, Gastropoda, dan lainnya.


Kenapa saya masih ingat? Saya juga tidak tahu. Yang saya tahu, kalau saya tidak bertemu Bapak saat itu, mungkin saat ini saya sudah jadi berandalan yang studinya hancur. Mungkin banyak yang akan bilang kalau saya lebay. Tapi, memang begitulah yang saya pikir. Kalau saya tidak diajar oleh Bapak, kalau Bapak tidak memuji nilai ulangan saya, mungkin sampai sekarang saya akan terjebak dalam pikiran bahwa saya bodoh. Mungkin saat itu saya langsung mogok belajar dengan alasan “Buat apa belajar? Percuma! Toh, semua orang sudah menganggap saya bodoh!” Kalau saya tidak mengenal Bapak saat itu, mungkin saya tidak bisa seperti sekarang. Yah, sekarang saya memang belum jadi orang sukses. Tapi, setidaknya saya jauh jauh jauh lebih baik dibandingkan keadaan saya bila tidak mendapat motivasi dari Bapak.

Bapak tahu? Dulu, banyak sekali guru yang menganggap remeh kelas kami. Ada guru yang mengatakan bahwa kelas kami memiliki nilai terendah dibanding kelas lain. Kata guru itu juga, kelas kami paling berisik. Tapi, Bapak menghargai kami seperti Bapak menghargai kelas unggulan yang sering dipuji-puji guru lain. Mungkin bagi Bapak, yang Bapak lakukan bukan sesuatu yang istimewa tapi memang begitulah kewajiban seorang guru: membangkitkan kepercayaan diri muridnya. Tapi, bagi saya itu benar-benar menakjubkan. Bapak hadir ketika kepercayaan diri saya berada di titik nadir. Memang benar, Alloh tidak pernah terlambat mengirimkan bantuan pada hamba-Nya. Dan Alloh tidak terlambat mempertemukan saya dengan Bapak. Benar-benar di waktu yang sangat tepat. Ya, tepat ketika saya kehilangan kepercayaan diri, tepat ketika saya benar-benar meragukan kemampuan saya, dan tepat ketika saya kehilangan figur seorang ayah. Saat itu, Bapak benar-benar menjadi pengisi sosok ayah bagi saya. Sampai saat ini pun, Bapak masih saya anggap ayah kedua bagi saya. Dan, karena Bapak, saya jadi semangat belajar.

Bapak ingat? Dulu Bapak pernah berkata pada saya, “Kamu mau nggak pake jilbab? Kalo kamu mau, nanti Bapak yang ongkosi semua seragam kamu.” Waktu itu saya tidak memenuhi tawaran Bapak. Saya masih belum mau mengenakan jilbab. Tapi, saya benar-benar memikirkannya dan mempertimbangkannya. Dengan semua penjelasan dari Bapak tentang perbedaan perempuan yang mengenakan jilbab dan yang tidak, saya sebenarnya tergerak untuk berjilbab. Tapi, waktu itu saya belum siap. Dulu, banyak siswi MTs yang mengenakan jilbab tapi sikapnya tidak Islami. Saya tidak ingin seperti mereka. Berjilbab tapi sikapnya tidak Islami, bagi saya merusak citra jilbab itu sendiri. Lalu, ada kawan saya yang memutuskan berjilbab. Saat saya menceritakan keraguan saya, dia Cuma berkata, “Yang penting menutup aurat dulu. Memperbaiki akhlaq bisa mipil (bertahap).” Benar juga. Kalau menunggu akhlaq-ku sempurna, mungkin sampai mati saya tidak akan berjilbab. Lalu, saya pun berjilbab ketika mulai masuk SMU, meskipun waktu itu belum konsisten, cuma memakai jilbab di sekolah sedangkan di rumah masih buka tutup. Dan sayang sekali, saat itu saya tidak bisa bertemu Bapak lagi karena  Bapak sudah pindah ke sekolah lain. Padahal, ingin sekali saya menunjukkan bahwa saya sudah berjilbab, bahwa usaha Bapak untuk menasihati saya sudah membuahkan hasil.

Maaf, Pak. Saya belum bisa membalas jasa Bapak dan guru-guru saya yang lain. Saya cuma bisa berdo’a semoga Bapak senantiasa dalam lindungan Alloh, senantiasa mendapatkan kasih sayang dan barokah-Nya. Dan semoga, akan semakin banyak guru-guru seperti Bapak, yang tidak cuma mengajar tapi juga membimbing, menasihati, dan membesarkan hati murid-muridnya.

*surat yang takkan pernah tersampaikan untuk Pak Edi Wuryanto*

Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway The Fairy and Me yang diselenggarakan oleh Nurmayanti Zain

14 komentar:

  1. jadi ingat sama Guruku di semasa SMA dulu mba,
    ada moment dimana membuat ku menangis haru saat kelulusan,karena ibu guru ( Ibu Ati ) sudah ku anggap seperti ibu kedua ku sendiri
    mungkin aku punya harapan,dimana suatu saat nanti aku ingin menemui beliau & mencium kaki beliau itu bentuk wujud penghargaan yang tiada tara untuk beliau

    BalasHapus
  2. Semoga pak guru baca surat ini! So, sukses buat GA-nya, mbak... ;-)

    BalasHapus
  3. @ Andy: waduh, sampe mau cium kaki segala... cium tangan aja..

    @ eksak: wah, saya malah malu kalau nanti bapaknya baca :D

    BalasHapus
  4. guru memang punya tempat spesial ya buat murid2nya :)
    saya pun demikian. jadi pengen cerita juga hehehe

    btw, saya punya kejutan yang menyenangkan buatmu, bukan segerobak es krim, tapi jika ingin tau, mampir ke tempatku saja :)

    BalasHapus
  5. masyaAllah...
    memang guru itu sosok pengajar yang tak tergantikan. jangan lupa sisipkan nama beliau di setiap doa yang terpanjat :)

    -----------
    sudah terdaftar ya millati
    terima kasih atas partisipasinya !

    BalasHapus
  6. sosok guru yang harusnya dicontoh oleh guru-guru yang lain ya sob

    BalasHapus
  7. @ nicamperenique: Memang, guru yang baik itu selalu berkesan di hati murid2nya

    Alhamdulillaaah, setelah berkunjung ke tempat Mbak jadi ngerasa gak rugi beberapa hari belakangan jadi banci giveaway :D

    @ Nurmayanti Zain: Hehehe, saya sering lupa mendoakan beliau *malu*

    @ Thanjawa Arif: Betul, perlu dicontoh guru-guru yang lain biar makin banyak murid yang termotivasi.

    BalasHapus
  8. wahh,guru yang sungguh baik :)
    semua peljran dari seorang guru akan sangat diingat muridnya jika guru itu adalah guru yang disukai oleh murid2nya :)
    jadi semuanya akan ingat klw kita suka gurunya, ototmatis kita akan ingat dan cpt mengerti dgn apa yg diajarkannya :D
    (panjang sekali komen saiia) -___-"
    hehehhe
    maaf,, salam kenal millati en slam semangat GA juga ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, betu, betul! Kalau gurunya kita suka, biasanya pelajarannya diingat terus.

      Salam kenal juga :) :) :)

      Hapus
  9. paling mantep perumpamaan jilbabnya. . .
    MasyaAllah
    share dong di fb. . .di tag

    BalasHapus
  10. Seorang guru spiritual membaca sebuah buku, dalam hati beliau berkata "sepertinya penulis ini muridku". Kemudian Beliau bertanya hal yang sama pada muridnya yang lain. Dan murid tersebut mengiyakan. "Sudah kuduga" ucap beliau.
    Mungkin,entah kapan,semoga Pak Guru-mu membaca suratmu ini.

    BalasHapus
  11. @ Kaito Kidd: share sendiri aja yah, malu aku kalo ketahuan adekku

    @ wawan: wah, guru saya bukan guru spiritual melainkan guru Biologi dan Fisika :p

    BalasHapus
  12. Kalau pak Edi wuryanto baca blog kamu, pasti dia akan tersenyum bangga. Alhamdulillah muridku dulu sudah bisa memakai jilbab.
    Coba cari aja sob lewat facebook atau jejaring sosial. Supaya bisa bersilaturrahmi lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe, di Facebook banyak nama itu tapi gak tahu yang mana yang guru saya.

      Hapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!