Laman

Jumat, 03 Februari 2012

Meulaboh dan Celana

Selasa, 10 Januari 2012
M = Besok kita pake celana aja. Kan naik mobil. Biar gampang kalo ada apa-apa.
Me = *ragu* Mmm, iya, deh.
Awalnya aku malas memakai celana. Tapi, berhubung sedang parno dan kupikir kalau dengan memakai celana bisa lebih cepat kalau lari, aku pun memutuskan memakai celana panjang saja, bukan rok seperti biasa.

Rabu, 11 Januari 2012
Aku sudah siap pergi ke Banda Aceh. Kostumku hari itu celana panjang cowok yang banyak kantongnya (agar praktis untuk menyimpan barang yang tidak masuk tas) dan kaos gombrong panjang yang nyaris selutut. Iya, aku tahu penampilan seperti itu sangat tidak fashionable. Tapi, memang itulah yang nyaman buatku. Sedangkan M memakai celana pensil dan atasan kemeja.

Kami pun berangkat ramai-ramai dengan kawan kantor. Sampai di Meulaboh (ibu kota Kabupaten Aceh Barat) kami istirahat untuk makan siang dan sholat. Ini dia gambar masjid Meulaboh yang sempat kuambil. Kalau tidak salah, sih, itu masjid jami'nya. Kalau tidak salah, lho, ya...




Kenapa dari tadi aku mengungkit-ungkit soal celana? Yak, ada hubungannya dengan cerita berikut.
Mobil sudah parkir di halaman masjid. Aku dan M turun dari mobil dan bergegas ke masjid. Ketika kami sedang berjalan, ada seseorang yang naik motor mendekat lalu berhenti di depan kami. "Kak, ada bawa mukena?" tanyanya. Otak cerdasku pun menafsirkan pertanyaan itu sebagai kalimat "Bawa mukena nggak? Di dalam nggak ada mukena, jadi mesti bawa sendiri". Dan kamipun langsung menjawab, "Bawa." Si abang tadi pun berkata, "Pake aja dulu mukenanya." Maksudnya? Aku pun bingung. Level kecerdasanku menurun drastis hingga aku tidak bisa memahami perkatannya. Lalu, dia pun menjelaskan bahwa pakaian M kurang sopan, bajunya terlalu pendek (tidak menutupi pantat) sedangkan celananya adalah celana pensil yang notabene ngepas di badan. Dan seketika aku yang tadinya amnesia sebagian, berhasil mendapatkan satu memori yang selama ini sempat terlupakan: "Ini Aceh Barat, mbak! Dilarang menggunakan celana ketat!". Kemudian aku bertanya sambil menunjuk bajuku, "Kaya gini juga nggak boleh?" Ternyata penampilanku masih bisa ditoleransi. Aku pun mulai memahami bahwa maksud si abang tadi meminta kawanku memakai mukena terlebih dahulu adalah agar pakaiannya yang ngepas tertutup oleh mukena. Ternyata tadi aku dan M salah menafsirkan pertanyaan si abang. Dudul.


Kemudian aku ke masjid sedangkan M kembali ke mobil dan memakai mukenaku (kebetulan waktu itu sesuai kesepakatan bersama cuma aku yang membawa mukena). Setelah aku selesai berwudhu, M datang dan memberikan mukena yang tadi dia pakai. Aku pun segera ke masjid dan sholat. Usai sholat jamak Zhuhur dan 'Ashar, aku pun duduk santai. Ibu istri dari KSK yang satu mobil dengan kami (sebuat saja Bu A) baru selesai wudhu. Dia masuk masjid, melihatku lalu berkata, "Itu si M udah nungguin mukena." Lho? Kupikir M akan meminjam mukena milik Bu A agar tidak ditegur lagi, ternyata Bu A malah memakai mukenanya sejak di tempat wudhu. Berarti dari tadi M merana menunggu aku mengantarkan mukena? Hehehe, maaf, ya...

Usai sholat, aku duduk di teras masjid dan mengobrol dengan Bang T yang juga satu mobil dengan kami. "Tadi M kenapa?" tanyanya. Kami pun akhirnya mengobrol membicarakan kejadian tadi. Dan tiba-tiba dia bilang, "Mestinya tadi sekalian minta rok." Wah, benar juga. Konon katanya, kalau memakai celana ketat, celana itu akan disita lalu dipotong kemudian ditukar dengan rok. Dulu aku pernah memikirkan untuk melakukan tindak kriminal dengan memakai celana yang sudah usang di Meulaboh dengan harapan mendapat rok baru. Iya, tahu, itu pemikiran bodoh, hahaha! Aku pun berkata, "Kenapa nggak bilang dari tadi? Kan, lumayan bisa dapet rok baru." "Siapa tahu celana si M masih baru. Sayang kalo dipotong," jawab Bang T. Hehehe, iya juga.

Benar-benar pengalaman tak terlupakan. Pelajaran moral bagiku dari peristiwa ini adalah: kalau tidak terpaksa menggunakan celana panjang, lebih baik memakai rok saja. Yah, itung-itung menutupi sifat tomboy dan macho-ku. Kecuali kalau harus naik motor jauh seperti Blangpidie-Manggeng, tetap saja tidak berani memakai rok.

3 komentar:

  1. Nah, itulah dia, hikmah dibalik perintah Alloh... nice story Millati...

    BalasHapus
  2. wahahahaha, semakin membaca artikel lama, aku semakin pengen ngucapin ini:
    I love you mbak.
    #Tapi bukan love yg kayak lesbong2 itu lho yaaa. :p

    BalasHapus

Silakan meninggalkan jejak berupa komentar sebagai tanda bahwa teman-teman sudah membaca tulisan ini.. Tapi, tolong jangan menggunakan identitas Anonim (Anonymous), ya.. Dan juga, tolong jangan nge-SPAM!!!